PELALAWAN (Alamrimba.com) – Dana Desa kembali menuai kontroversi. Kali ini, masyarakat Desa Balam Merah, Kecamatan Bunut, Kabupaten Pelalawan, Riau, mempertanyakan ke mana larinya dana sebesar Rp818 juta yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik. Dugaan kuat mengarah pada penyimpangan dan pelanggaran transparansi, bahkan beberapa program disinyalir fiktif.
Data resmi menyebutkan bahwa hingga 19 Desember 2024, Desa Balam Merah telah menerima Dana Desa dalam dua tahap:
Tahap 1: Rp490.825.200 (60%)
Tahap 2: Rp327.216.800 (40%)
Tahap 3: Rp0
Meski dana dua tahap sudah disalurkan penuh, berbagai kegiatan seperti pengerasan jalan usaha tani, peningkatan produksi peternakan, dan pemeliharaan pasar desa justru tidak tampak di lapangan. Total anggaran yang terlapor hanya Rp470 juta, dan sisanya tidak dijelaskan secara rinci.
Sesuai dengan Permendagri No. 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dan UU Desa No. 6 Tahun 2014, pemerintah desa wajib mempublikasikan penggunaan dana desa kepada masyarakat secara terbuka, baik melalui papan informasi, website resmi, maupun forum musyawarah.
Namun yang terjadi di Desa Balam Merah, masyarakat justru tidak mengetahui apa-apa. Tidak ada papan proyek, tidak ada laporan terbuka, dan tidak ada pelibatan warga dalam pengambilan keputusan.
“Kami warga desa berhak tahu uang itu dipakai untuk apa. Kalau memang ada pembangunan, tunjukkan buktinya. Jangan hanya numpang lewat di laporan dan habis begitu saja,” ujar seorang warga dengan nada kecewa.
Warga juga menyesalkan sikap aparatur desa yang tertutup, terutama Oknum Kades AK. Bahkan kegiatan penting seperti PAUD, Desa Siaga Kesehatan, hingga proyek fisik, dinilai hanya formalitas.
“Yang jelas kami curiga. Uang negara itu bukan milik pribadi. Kami punya hak untuk mengawasi dan mempertanyakan. Jangan jadikan desa ini ladang korupsi terselubung,” tegas warga lainnya, Senin (30/6).
Sejumlah LSM anti korupsi mendesak agar Inspektorat Kabupaten Pelalawan dan aparat penegak hukum turun melakukan audit investigatif. Mereka menegaskan bahwa Dana Desa adalah bagian dari keuangan negara, sehingga penggunaannya harus tunduk pada prinsip akuntabilitas publik.
Jika terbukti menyimpang, pelaku dapat dijerat dengan: Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi: menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri.
Pasal 8 UU No. 20 Tahun 2001: penggelapan dalam jabatan.
Ancaman hukuman maksimal: 20 tahun penjara.
Kasus di Balam Merah menjadi pengingat bahwa transparansi dan partisipasi publik bukan sekadar slogan. Dalam negara hukum, masyarakat berhak mendapatkan informasi dan ikut mengawasi setiap rupiah yang berasal dari kas negara. Jika prinsip ini dilanggar, kepercayaan publik akan runtuh dan pembangunan hanya akan jadi ilusi.
Sumber : MediaNasionalTv.com